Sesuai Audit BPK RI dan Jangan Dipolitisir

KUALASIMPANG (AD) – Kontroversi (setuju dan tidak setuju) pihak legislatif pada sidang paripurna DPRK Aceh Tamiang terkait pembayaran Rp.13 miliar terhadap 11 paket proyek gagal bayar di Dinas Pekerjaan Umum Perumahan Rakyat (PUPR) tahun 2019. Usai sudah.

“Pembayaran Rp.13 miliar pada 11 item proyek gagal bayar di Dinas PUPR tahun 2019, dibayar melalui Anggaran Pembangunan dan Belanja Kabupaten (APBK) perubahan tahun anggaran 2020 itu sudah sesuai audit Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) RI Perwakilan Aceh. Tak ada masalah, kenapa harus dibesar besarkan,” tegas Bupati Aceh Tamiang, Aceh. Mursil pada atjehdaily.id Minggu 13 September 2020.

Mursil, menyikapi dingin terkait dua Fraksi dari empat Fraksi yang ada di DPRK Aceh Tamiang menolak pembahasan uang Proyek gagal bayar tahun anggaran 2019 yang sudah dibayar dengan cara menerbitkan Perbup pada APBK Aceh Tamiang Tahun Anggaran 2020 (murni) sebesar Rp13,383,250,951 untuk dibahas pada APBK Perubahan Aceh Tamiang TA 2020, namun sudah dibayar mendahului anggaran pada APBK Aceh Tamiang Tahun Anggaran 2020 (murni).

Dia mengatakan pembayaran proyek yang menjadi hutang daerah tersebut sudah sesuai prosedur, dimana sebelumnya Pemkab Aceh Tamiang bersama Pimpinan DPRK Aceh Tamiang sudah terlebih dahulu berkonsultasi ke Badan Pemeriksa Keuangan (BPK RI) Perwakilan Aceh. “Dan BPK juga sudah turun melakukan audit terhadap 13 pekerjaan tersebut, sehingga kita wajib membayaranya dengan mekanisme dan ketentuan yang berlaku, dan DPRK juga tau hal ini,” ucap Mursil.

Mursil menilai apa yang dilakukan DPRK Aceh Tamiang, dengan menolak pembahasan Kebijakan Umum Perubahan Anggaran (KUPA) serta Prioritas dan Plafon Anggaran Sementara (PPAS) Perubahan Kabupaten Aceh Tamiang TA 2020 pada sidang Paripurna yang berlangsung di Ruang Sidang Utama DPRK Aceh Tamiang merupakan hal yang tidak pada tempatnya. “Seharusnya penolakan tersebut tidak pada momen itu, masih ada momen lain,” kata Mursil seraya mengingatkan DPRK Aceh Tamiang untuk tidak mempolitisir hal tersebut.

Dikatakan Mursil, tidak terbayarnya 13 proyek di tahun 2019 itu bukan unsur kesengajaan Pemkab Aceh Tamiang. Hal ini terjadi dikarenakan Dana Bagi Hasil (DBS) dari Pemerintah Pusat tidak ditransfer sesuai yang telah dianggarkan. Hal ini dikarenakan Kas Pemerintah Pusat kosong sehingga berdampak ke daerah-daerah di tingkat Kabupaten. “Dan kejaian gagal bayar ini bukan hanya terjadi di Aceh Tamiang saja, hal ini juga terjadi dibeberapa kabupaten lain,” ungkapnya.

Dia minta pihak Legislatif dapat berpikir jernih dan dewasa dalam menyikapi persoalan ini, dan kegagalan bayar ditahun 2019 ini menjadi pelajaran Pemkab Aceh Tamiang agar kedepan dapat lebih baik lagi. “Kegagalan awal dari perjalan menuju sebuah keberhasilan, dan ini menjadi pelajaran penting bagi kita selaku penyelenggara negara,” pungkas Mursil.

Sumber: Atjeh Daily