Perkembangan Kasus Korupsi SPPD Fiktif DPRK Simeuleu yang Rugikan Negara Rp2,8 Miliar

Terdakwa korupsi SPPD DPRK Simeulue

BERITAKINI.CO, Banda Aceh | Sejak dilimpahkan pada Desember 2022 lalu, sidang kasus korupsi Surat Perintah Perjalanan Dinas atau yang dikenal dengan kasus SPPD fiktif DPRK Simeulue tahun anggaran 2019 telah beberapa kali bergulir di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Banda Aceh. Terakhir, sidang digelar pada 20 Januari 2023 lalu dengan agenda putusan sela.

Total ada enam terdakwa (dua berkas terpisah) dalam kasus yang merugikan keuangan negara Rp 2,8 miliar lebih, berdasarkan audit BPK tersebut.

Tiga di antaranya adalah mantan anggota DPRK Simeulue periode 2014-2019 masing-masing, Murniati (ketua DPRK saat itu), Irawan Rudiono, dan Poni Harjo.

Sementara tiga lainnya, masing-masing, mantan Sekretaris DPRK Simeulue, Astamuddin; mantan Kabag Administrasi, Kesekretariatan, Keuangan dan Program Sekretariat DPRK Simeulue, Mas Etika Putra; dan Bendahara Pengeluaran DPRK Simeulue, Ridwan.

Pada dakwaan primer, untuk tiga mantan anggota DPRK didakwa telah melakukan atau turut serta melakukan perbuatan secara melawan hukum menginisiasi penyediaan tiket pesawat dan bill hotel fiktif, menandatangani surat tugas perjalanan dinas untuk anggota DPRK atas kegiatan fiktif dan mark up, tidak melaksanakan perjalanan dinas kegiatan konsultasi/koordinasi baik ke kementerian/lembaga di beberapa wilayah, tidak melaksanakan perjalanan dinas ke luar daerah dan bimtek namun mendapatkan uang perjalanan dinas ke luar daerah, mengajukan dokumen pertanggungjawaban yang tidak sah kepada bendahara pengeluaran, serta turut menikmati dana perjalanan fiktif, secara bertentangan dengan ketentuan perundang-undangan.

Bahwa berdasarkan Laporan Hasil Perhitungan Kerugian Keuangan Negara dari BPK RI Nomor:25 /LHP/XXI/12/2021 tanggal 27 Desember 2021, perbuatan para terdakwa tersebut merugikan keuangan negara atau perekonomian negara yaitu sebesar Rp 2,80 miliar lebih.

Perbuatan mereka sebagaimana diatur dan diancam pidana dalam Pasal 2 Ayat (1) Jo Pasal 18 ayat (1) huruf a, b, ayat (2) dan (3) Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 Tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP.

Sedangkan pada dakwaan subsider, ketiga mantan anggota DPRK didakwa telah melakukan atau turut serta melakukan perbuatan dengan tujuan menguntungkan diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi yaitu Terdakwa I Murniati sebesar Rp 192,2 juta, Terdakwa II Irawan Rudiono, sebesar Rp 67,6 juta, dan Terdakwa III Poni Harjo sebesar Rp 168,4 juta.

Selain itu juga menguntungkan Saksi Astamudin sebesar Rp 41,5 juta, Saksi Mas Etika Putra Rp 75,4 juta, dan Saksi Ridwan Rp 37,9 juta, 24 anggota DPRK Kabupaten Simeulue yang terdiri dari anggota DPRK Kabupaten Simeulue Masa Jabatan 2014-2019 dan anggota DPRK Kabupaten Simeulue masa jabatan 2019-2024 sebesar Rp 1,94 miliar lebih, dan 44 Aparatur Sipil Negara dan tenaga honorer pelaksana perjalanan dinas pada Sekretariat DPRK Kabupaten Simeulue sebesar Rp 272,4 juta.

Mereka didakwa telah menyalahgunakan kewenangan, kesempatan atau sarana yang ada padanya karena jabatan atau kedudukan yaitu, Terdakwa I Murniati sebagai ketua DPRK Simeulue masa periode 2014-2019, Terdakwa II Irawan Rudiono sebagai anggota DPRK Simeulue masa periode 2014-2019, Terdakwa III Poni Harjo anggota DPRK masa periode 2014-2019, yang merugikan keuangan negara atau perekonomian negara yaitu sebesar Rp 2,80 miliar.

Perbuatan terdakwa sebagaimana diatur dan diancam pidana dalam Pasal 3 jo Pasal 18 ayat (1) huruf a, b, ayat (2) dan (3)  Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 Tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.

Adapun terhadap tiga pejabat sekretariat DPRK Simeulue, jaksa mendakwa mereka, dalam dakwaan primer, telah melakukan atau turut serta melakukan perbuatan yaitu secara melawan hukum tidak memverifikasi bukti pertanggungjawaban belanja perjalanan dinas keluar daerah, menyusun pertanggungjawaban perjalanan dinas ke luar daerah anggota DPRK dan pelaksana perjalanan dinas pada Sekretariat DPRK tidak sesuai keadaan sebenarnya, melakukan pembayaran kepada pihak yang tidak berhak dibayarkan, mempertanggungjawabkan belanja perjalanan dinas lebih tinggi dari realisasi pengeluaran sebenarnya, pelaksana perjalanan dinas melakukan perjalanan dinas ke luar daerah tidak membuat laporan perjalanan dinas, memperoleh dana perjalanan dinas ke luar daerah berdasarkan pertanggungjawaban fiktif secara bertentangan dengan ketentuan perundang-undangan.

Memperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi yaitu terdakwa I Astamudin sebesar Rp 41,5 juta, Terdakwa II Mas Etika Putra sebesar Rp 75,4 juta, Terdakwa III Ridwan sebesar Rp 37,9 juta, Saksi Murniati sebesar Rp 192,2 juta, Saksi Irawan Rudiono sebesar Rp 67,6 juta, Saksi Poni Harjo sebesar Rp 168,4 juta, 24 anggota DPRK Kabupaten Simeulue periode 2014-2019 senilai Rp 1,94 miliar lebih, 44 Aparatur Sipil Negara dan pelaksana perjalanan dinas lainnya pada Sekretariat DPRK Kabupaten Simeulue sebesar Rp 272,4 juta, yang merugikan keuangan negara atau perekonomian negara yaitu sebesar Rp 2,80 miliar.

Perbuatan terdakwa sebagaimana diatur dan diancam pidana dalam Pasal 2 Ayat (1) Jo Pasal 18 ayat (1) huruf a, b, ayat (2) dan (3) Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 Tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP.

Untuk dakwaan subsider, jaksa mendakwa ketiganya telah melakukan atau turut serta melakukan perbuatan menyalahgunakan kewenangan, kesempatan atau sarana yang ada padanya karena jabatan atau kedudukan  sebagaimana diatur dan diancam pidana dalam Pasal 3 jo Pasal 18 ayat (1) huruf a, b, ayat (2) dan (3)  Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 Tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 Ayat (1) Ke-1 KUHP.

Sidang lanjutan perkara ini akan digelar pada Jumat, 17 Februari 2023 mendatang.

Sumber Berita: Beritakini