Dana Otsus Aceh Mulai Menurun

BANDA ACEH – Dana otonomi khusus (otsus) yang akan diterima Pemerintah Aceh pada akhir tahun anggaran 2017 tidak lagi sebesar pagu awalnya Rp 8,022 triliun, melainkan telah berkurang Rp 50,945 miliar menjadi Rp 7,971 triliun.

Alasan Kementerian Keuangan mengurangi besaran Dana Otsus Aceh itu, karena penerimaan (omset) pajak secara nasional pada tahun ini turun. “Penurunan ini membuat besaran pagu dana alokasi umum (DAU) nasional jadi turun,” kata Kepala Badan Pengelolaan Keuangan Aceh, Jamaluddin MSi.Ak, Jumat (15/9), saat dimintai Serambi tanggapannya tentang progress Dana Otsus Aceh.

Hitungan besaran Dana Otsus Aceh, kata Jamaluddin, jika mengacu pada Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2006 tentang Pemerintahan Aceh (UUPA) adalah 2 persen dari pagu dana alokasi umum (DAU) nasional. Besaran persentase sebesar itu diterima Aceh selama 15 tahun sejak 2007 hingga 2022. Sedangkan lima tahun berikutnya, besarannya hanya 1 persen hingga tahun 2028.

Sumber penerimaan DAU nasional itu berasal dari penerimaan pajak nasional. Jadi, kalau sumber penerimaannya menurun, kata Jamaluddin, maka pagu DAU-nya pun otomatis ikut turun. “Penurunan pagu DAU nasional itu, otomatis membuat besaran dana otsus yang akan diterima Pemetrintah Aceh ikut menurun,” tutur Jamaluddin.

Penurunan penerimaan dana otsus tahun ini sebesar Rp 50,945 miliar itu, kata Jamaluddin, memang akan membuat pembiayaan sejumlah proyek fisik dan pengadaan barang dan jasa yang sumber dari dana otsus akan berkurang.

Tapi, proyek mana saja yang terimbas akibat penurunan penerimaan dana otsus itu, Jamal belum tahu. Masih menunggu rapat evaluasi yang akan dilakukan Gubernur, Tim Anggaran Pemerintah Aceh (TAPA) dengan para kepala Satuan Kerja Perangkat Aceh (SKPA) pada medio setiap bulan.

Jumlah dana otsus yang diterima tahun ini, sebut Jamal, sudah 75 persen atau Rp 5,978 triliun dari pagunya setelah penurunan Rp 7,971 triliun. Sisanya 25 persen lagi akan disalurkan pemerintah pusat pada bulan depan (Oktober).

Para bupati dan wali kota yang telah membuat laporan pertanggungjawaban penggunaan dana otsus tahap I-nya tahun ini, diminta Jamal segera menyampaikannya kepada Badan Pengelolaan Keuangan Aceh supaya badan tersebut bisa mentransfer dana otsus tahap II secepatnya.

Jamal yang saat ini berada di Jakarta mengaku sedang mengklarifikasi dua qanun ke Mendagri yang telah disahkan DPRA, Jumat pekan kemarin. Kedua qanun itu adalah Qanun Penagihan Pajak Aceh dan perubahan Qanun Nomor 2 Tahun 2012 tentang Pajak. Salah satu pasal yang diubah adalah pasal tentang besaran Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor (BBNKB) pertama dari 13 persen menjadi 9 persen.

Penurunan besaran pajak BBNKB itu, kata Jamal, dilakukan untuk memberikan kemudahan bagi masyarakat di Aceh, bisa mendapatkan harga mobil baru lebih rendah dari harga beli mobil baru di Medan.

Diler mobil dan masyarakat Aceh, kata Jamal, selama ini mengeluh mobil yang dijual diler Toyota, Suzuki, Honda, Mitsubishi, Isuzu, dan lainnya di Aceh, harganya jauh lebih tinggi dari yang dijual di Medan, baik pembelian melalui kredit maupun tunai. Hal ini disebabkan besaran BBNKB mobil baru di Aceh mencapai 13 persen, sementara di Sumut hanya 10 persen.

Atas dasar itu, agar penerimaan BBNKB ke depan bisa meningkat, maka Aceh perlu menurunkan sedikit besaran BBNKB mobil baru, di bawah tarif Sumatera Utara.

Akibat perbedaan besaran persentase BBNKB, Aceh dengan Sumut sebelumnya, selisih harga jual mobil baru di Aceh dengan Medan cukup tinggi, berkisar antara Rp 3 juta-10 juta/unit. Ini sebab masyarakata Aceh banyak yang membeli mobil baru ke diler di Medan, padahal di Aceh diler mobilnya sudah ada.

Setelah Qanun Pajak Aceh itu diklarifikasi Mendagri, qanun itu bisa dijalankan. Tentunya setelah dimasukkan ke dalam lembaran daerah dan kemudian dibuat pergub untuk pelaksanaannya.

“Paling cepat, kebijakan penurunan besaran BBNKB yang baru sebesar 9 persen itu, akan diberlakukan mulai Desember 2017 mendatang atau Januari 2018,” ujar Jamaluddin.

Penurunan besaran BBNKB mobil baru dari 13 persen menjadi 9 persen itu, kata Jamal, bagian dari upaya dan strategi Pemerintah Aceh yang baru di bawah komando Irwandi Yusuf dan Nova Iriansyah, untuk meningkatkan Penerimaan Asli Aceh (PAA) dari BBNKB dan PKB, guna mengatasi ancaman penurunan dana otsus yang nilainya mulai berkurang akibat menurunnya penerimaan pajak secara nasional. (her)

Sumber: Serambi Indonesia