Banda Aceh – Arif Agus resmi menjabat sebagai Kepala Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) Perwakilan Provinsi Aceh, menggantikan Isman Rudy setelah prosesi serah terima jabatan (sertijab) di Auditorium Kantor BPK Perwakilan Provinsi Aceh, Banda Aceh, Rabu (28/8).
Hadir pada kegiatan sertijab tersebut, antara lain Plt Gubernur Aceh Nova Iriansyah, Wakil Ketua DPRA Sulaiman Abda, jajaran Forkopimda Aceh, pimpinan instansi vertikal di Aceh, dan undangan lainnya.
Usai pelaksanaan sertijab, Arif Agus menegaskan akan fokus pada pengelolaan aset tetap dan pengelolaan dana otonomi khusus (otsus) yang diberikan di Provinsi Aceh. Menurut Arif, dari hasil pemeriksaan yang lalu, BPK Perwakilan Provinsi Aceh masih menemukan persoalan-persoalan pengelolaan aset tetap yang masih harus diselesaikan. Selain itu, BPK juga akan melihat sejauh mana dana otsus bisa bermanfaat bagi masyarakat Aceh khususnya dalam mendongkrak perekonomian di Aceh.
Untuk tahun 2018 lalu, 23 kabupaten/kota di Aceh, termasuk provinsi, mendapatkan hasil audit laporan keuangan dari BPK RI dengan opini Wajar Tanpa Pengecualian (WTP). Namun demikian, ada beberapa temuan kinerja pemerintah yang menjadi catatan bagi auditor BPK RI, harus segera ditindaklanjuti. Waktu untuk menindaklanjutinya, menurut aturannya, selama 60 hari. Dikatakan, setelah LHP keuangan tahun 2018 diterima bupati/wali kota, dan gubernur, maka harus segera ditindaklanjuti.
Sedangkan Anggota V BPK RI, Isma Yatun, mengatakan, BPK RI akan terus berupaya untuk meningkatkan peran serta dalam pembangunan nasional melalui pemeriksaan keuangan negara. Kedua, pemerintah pusat maupun daerah dituntut meningkatkan transparansi dan akuntabilitas pengelolaan keuangan. Ketiga, daerah yang telah menerima opini WTP dalam LHP keuangan daerahnya tahun lalu, harus bisa dipertanggungjawabkan dan tahun 2019 harus bisa mendapat opini yang sama.
BPK sangat berharap kabupaten/kota yang telah mendapat opini WTP disiplin dalam penyampaikan laporan keuangan ke BPK RI. Kata dia, di Aceh, ada satu daerah yaitu Aceh Tamiang yang sering menyampaikan laporan penggunaan keuangan daerah paling cepat se- Indonesia. “Tapi dalam beberapa tahun ini sudah tidak cepat lagi. Kami harapkan kebiasan yang sudah baik dan bagus itu bisa dipertahankan agar menjadi contoh dan motivasi bagi daerah yang lain, ” ujar Isma Yatun.
Plt Gubernur Aceh Nova Iriansyah mengatakan, tindak lanjut temuan BPK dalam pemeriksaan laporan keuangan Pemerintah Aceh tahun 2018 lalu, yang baru ditindaklanjuti rata-rata 67,45 persen. “Dalam laporan pemeriksaan keuangan pemerintah Aceh tahun 2018 yang mendapat opini WTP dari BPK, kita diminta menertibkan kembali aset daerah senilai Rp 3 triliun yang belum tercatat dengan baik, dan hasil penertibannya dilaporkan kembali kepada BPK, ” kata Nova Iriansyah menanggapi pertanyaan wartawan soal penertiban aset daerah.
Dikatakan, aset yang harus ditertibkan itu antara lain aset bergerak seperti kendaraan bermotor, mobil dinas, mobil operasional, alat berat, mesin-mesin pertanian, maupun aset tetap tidak bergerak seperti tanah, gedung, kantor, dan lainnya. “Kalau memang sudah waktunya untuk dihapusbukukan, lakukan penghapusan sesuai aturan. Demikian saran dan usul BPK kepada Pemerintah Aceh, ” kata Nova Iriansyah.
Untuk menertibkan aset senilai Rp 3 triliun lebih itu, kata Nova Iriansyah, langkah pertama yang dilakukan adalah membentuk Tim Ad Hoc. Tim ini terdiri atas sekda, kepala inspektorat, para asisten, dan intansi terkait lain. Dalam penertiban, lanjut Nova Iriansyah, pihaknya akan melakukan hal-hal yang ringan-ringan dulu. Misalnya, penghapusan barang-barang yang sudah tidak dipakai lagi seperti mobil bantuan, alat berat, bus, peralatan permesinan yang terkena tsunami atau yang diberikan pascatsunami, tapi sudah rusak dan tak layak operasi.(her)
Sumber: serambinews.com