JAKARTA, KOMPAS — Badan Pemeriksa Keuangan mengungkapkan, sisa anggaran lebih pemerintah pusat selama 10 tahun terakhir tak pernah sama (klop) dengan hasil audit yang mereka
Perbedaan itu karena BPK tidak bisa melacak langsung transaksi keuangan dari sumbernya. BPK bertekad mengawasi langsung. “Kami terbuka saja, sepuluh tahun ini SAL (sisa anggaran lebih) pemerintah pusat itu tidak pernah klop. Ini sisa anggaran lebih, apalagi yang namanya sistern akuntansi instansi (SAI) dan sistem akuntansi umum (SAU). SAU adalah fisik uang yang keluar dari bendahara umum negara. Adapun SAI adalah pertanggungjawaban dari kementerian lembaga,” ujar Hadi Poernomo, Ketua BPK M, di Jakarta, Senin (14/4). Selama ini, BPK mengaudit transaksi keuangan berdasarkan data olahan yang diturunkan dari Kantor Wilayah Perbendaharaan, Direktorat Jenderal Perbendaharaan, Pusat Sistem Informasi dan Teknologi Keuangan Kementerian Keuangan, serta kementerian dan lembaga. Data keuangan itu selanjutnya ditu |
angkan dalam berita acara rekonsiliasi. Pengawasan yang tak bisa secara langsung ini membuat data yang dibuat pemerintah dan hasil pemerilcsaan BPK tidak klop.
“Inilah yang membuat hasil audit selalu berbeda karena BPK tidak pernah mendapatkan laporan dari sumbernya,” ujar Hadi. Namun, saat ditanya berapa nilai SAL yang ditemukan BPK, Hadi enggan menyebutkan. Ia hanya mengatakan, perbedaan SAL, SAI, dan SAU saat ini masih diaudit. Sumber perbedaan laporan itu masih dicari di Kantor Pelayanan Perbendaharaan Negara (KPPN). Awasi langsung Untuk menghindari masalah yang sama di masa depan, BPK bertekad mengawasi langsung transaksi keuangan yang dilakukan pemerintah pusat, pemerintah daerah, dan badan usaha milik negara (BUMN). Caranya, dengan membuat kesepakatan untuk dapat mengakses data transaksi rekening pemerintah secara online.
|
Data BPK menyebutkan, nilai alokasi anggaran pemerintah pusat Rp 1.867 triliun dan dikelola 177 KPPN. Sementara total anggaran di pemda Rp 1.349 triliun dan dikelola 26 BPD. Di tingkat BUMN, anggaran Rp 1.700 triliun dan dikelola di empat bank BUMN.
Di tingkat pemda, pengawasan langsung itu dilakukan BPK melalui Bank Pembangunan Daerah (BPD). Kerja sama ini akan memudahkan pelacakan dan penelusuran aliran keuangan pemda. Sistem akses data transaksi rekening secara online ini dapat menyambungkan langsung antara BPK dan data penggunaan keuangan dari BPD. BPK menargetkan institusi yang mendapatkan opini wajar tanpa pengecualian benar-benar bebas dari korupsi. Selama ini, instansi yang dinyatakan wajar tetap masih ada kasus korupsi, Untuk mendapatkan data lacakan transaksi keuangan yang lebih akurat, transparan, dan akuntabel, BPK bekerja sama dengan semua pemerintah provinsi untuk memudahkan mereka mengakses data rekening pemda. (A13), |