Meulaboh, Acehportal.com – Gerakan Anti Korupsi (GeRAK) Aceh Barat melihat, pelaksanaan proyek dari APBK Aceh Barat tahun anggaran 2019 tidak terealisasi secara baik. Artinya, kualitas pelaksanaan kegiatan di sana masih buruk.
Meski APBK Aceh Barat 2019 telah terealisasi sebesar 98,16 persen atau Rp 1,399 triliun dari target Rp 1,425 triliun, namun pada pelaksanaannya masih ditemukan sejumlah masalah.
Koordinator GeRAK Aceh Barat, Edy Syahputra mengatakan, berdasarkan pencatatan pihaknya paska monitoringlapangan terhadap sejumlah proyek pekerjaan fisik yangbersumber dari APBK murni maupun Otonomi Khusus (Otsus), beberapa kegiatan diantaranya diduga tidak berkualitas. Jika dilihat dari realisasi ABPK 2019 dan laporan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), beberapa kegiatan yang menguras APBK maupun Otsus sekitar Rp 30,8 miliar diduga meninggalkan masalah.
Anggaran itu terbagi ke beberapa kegiatan seperti konstruksi, fisik jalan, gedung, pengadaan bibit dan pembangunan mess guru. “Kami menemukan ketidakberesan dan kami menduga timbulnya kerugian negara dalam berbagai proyek tersebut, ditambah lagi ada beberapa paket pekerjaan hingga kini belum difungsikan atau dimaksimalkan dengan baik kegunaannya,” kata Edy melalui rilisnya, Rabu (26/8/2020).
Ia menyebutkan, adapun proyek yang diduga dikerjakan asal-asalan serta kurangnya pengawasan dari Dinas PUPR Aceh Barat, seperti proyek pekerjaan peningkatan jalan Suak Raya dengan nilai anggaran Rp 1,8 miliar yang dikerjakan oleh CV Segitiga Jaya Utama. Lalu, proyek peningkatan jalan penghubung lokasi Alue Keumuneng Ke Karang Hampa dengan nilai Rp 1,9 miliar yang dilaksanakan oleh PT. Sabena Karya Mandiri.
Peningkatan jalan Pulo Teungoh-Jambak-Sikundo dengan nilai Rp 3,2 miliar dikerjakan Cv MEUDANG Jaya.
Kemudian, kegiatan peningkatan jalan batas PidieMeulaboh dengan anggaran Rp 14,7 miliar, dikerjakan PT Gramita Eka Seroja.
“Saat ini ditemukan sejumlah keretakan atas pekerjaan jalan dan talud tersebut, selain itu sepanjang kurang lebih 15 meter mengalami penurunan badan jalan yang mengakibatkan keretakan memanjang. Temuan lainnya ada beberapa titik terjadinya longsoran,” ujarnya.
Sementara, kegiatan di bawah Dinas Pendidikan yaitu pembangunan Mess Guru di daerah terpencil dengan nilai anggaran Rp 2,3 miliar dikerjakan CV Jaya Andesmon. Di bawah Dinas Kesehatan yakni pembangunan pagar Rumah Sakit Napza Kecamatan Kaway XVI dengan anggaran Rp 927 juta yang dikerjakan oleh CV Dzuha Putra.
Pembangunan pagar Rumah Sakit Jiwa (RSUJ) di Kecamatan Kaway XVI dengan nilai anggaran Rp 1,3 miliar yang dikerjakan oleh CV Eiga Gebrina Utama serta pembangunan Mess Rumah Sakit Jiwa (RSUJ) Kecamatan Kaway XVI dengan nilai Rp 1,6 miliar yang dilaksanakan oleh CV Mufakat.
Selanjutnya, di bawah Dinas Perkebunan dan Peternakan yakni proyek peningkatan jalan perkebunan Paya Toh Adih Gampong Meunasah Rayeuk Kecamatan Kaway XVI dengan anggaran Rp 254 juta yang dikerjakan oleh CV Karya Waja Dua dan pengadaan bibit pinang dengan nilai Rp 2,6 miliar yang dikerjakan CV Mega Raya Persada, dimana harga per batangnya Rp 9,6 ribu.
“Kami menduga adanya ketidakberesan dalam pengadaan bibit pinang tersebut dan untuk itu pihak penegak hukum perlu melakukan pemanggilan terhadap dinas dan kontraktor pelaksananya,” ucap Edy. Tak hanya itu, lanjutnya, hasil dokumen yang diterima tentang laporan hasil pemeriksaan keuangan oleh BPK pada buku ke II, lembaran ke 11, halaman 6 dari 24, terdapat SKPK yang tidak melengkapi Naskah Perjanjian
Hibah Daerah (NHPD) dalam penyaluran hibah barang atau jasa. Dimana, Pemerintah Aceh Barat telah menganggarkan belanja hibah berupa barang atau jasa sebesar Rp 28,1 miliar dengan realisasi Rp 26,6 miliar atau 94,54 persen. Adapun SKPK yang tidak melengkapi NHPD dalam penyaluran hibah yaitu Dinas Pertanian Tanaman Pangan dan Hortikultura, Dinas Perdagangan, Dinas Perkebunan dan Peternakan, Dinas Kelautan dan Perikanan, dan Dinas Lingkungan Hidup.
Selain itu, pihaknya menemukan anggaran sebanyak Rp 3,2 miliar menunjukkan kesalahan klasifikasi pengganggaran pada tiga SKPK yaitu pada RSUD CND Meulaboh sebesar Rp 425 juta (ketidaksesuai pengganggaran), Dinas Kelautan dan Perikanan Rp 927 juta (kesalahan penempatan kode rekening), dan Dinas Syariat Islam dan Pendidikan Dayah Rp 1,8 miliar (ketidak sesuaian penganggaran).
Artinya, bila digabungkan berdasarkan hasil temuan lapangan terhadap sejumlah proyek pekerjaan yaitu Rp 30,8 miliar, ditambah hasil temuan BPK sebesar Rp 28,1 miliar terkait belanja hibah, lalu kesalahan klasifikasi pengganggaran sebesar Rp 3,2 miliar, maka total secara keseluruhan mencapai Rp 62,2 miliar.
“Atas hal tersebut, GeRAK Aceh Barat mendorong agar pimpinan daerah untuk mengingatkan masing-masing SKPK agar benar-benar melakukan penerapan yang professional, terutama dalam melakukan pengelolaan anggaran yang lebih transparan,” tutur Edy.
Tak cukup sampai disitu, Edy juga mendesak anggota DPRA yang telah melakukan peninjauan lapangan terkait proyek Otsus di Barat-Selatan Aceh, dan khususnya di Aceh Barat untuk konsisten dan clear jika menemukan sejumlah proyek bermasalah.
Jika dalam proses pelaksanaan pekerjaan dilapangan ditemukan indikasi kerugian negara atau potensi adanya mark up dari pekerjaan, harus secepatnya diteruskankepada penegak hukum.
“Begitu juga terhadap pihak anggota DPRK Aceh Barat yang juga melakukan pemantauan dilapangan. Artinya kalau ada temuan harus diteruskan ke Aparat Penegak Hukum (APH),” tambahnya.
Sumber: Acehportal.com