KPK Diminta Turun Tangan

BANDA ACEH (rakyat aceh)–Aksi saling dorong antara ratusan mahasiswa dan aparat keamanan (Polisi dan Satpol PP) terjadi di Kantor Gubernur Aceh, Rabu (6/10). Mahasiswa yang tergabung dalam Kesatuan Aksi Mahasiswa dan Masyarakat Peduli Simeulu (KAMMPUS) ini kesal, aspirasi pendemo tidak ditanggapi.

Pasalnya, pendemo meminta Gubernur Aceh bersama DPRA Aceh agar mendesak Presiden RI untuk mengambulkan permohonan izin KPK tentang pemeriksaan Bupati Simeulu terkait dugaan korupsi dana bantuan bencana alam tahun 2002 senilai Rp 42 Miliar.

Utungnya, situasi bisa terkendali setelah Sekretaris Daerah Aceh (Sekda) Husni Bahri TOB menemui para demonstran. Hanya saja, awlanya Sekda pun enggan menemui pendemo karena sedang memimpin rapat penting. Disamping itu, juga tidak ada intruksi langsung dari Gubernur dan Wakil Gubernur Aceh kepadanya, yang saat itu sedang tidak berada ditempat.

Dalam aksi itu, mahasiswa juga membawa sebuah keranda bertuliskan “KPK Mati Terhadap Kasus Korupsi Darmili”. Dan sejumlah spanduk serta poster berisi berbagai tuntutan mereka.

Koordinator aksi yaitu Novriadi, Zul Azmi dan Rahmad Ardiansyah menyebutkan, bila aksi yang mereka lakukan adalah untuk meminta perhatian Pemerintah Aceh dalam hal ini Gubernur, DPRA dan BPK RI terkait dugaan kasus korupsi yang melibatkan Bupati Simeulu.

Dijelaskannya, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) telah merespon kasus dugaan korupsi dana bantuan bencana alam senilai Rp 42 miliar, dengan mengajukan surat permohonan kepada Presiden. Namun permohonan itu hingga kini belum dikabulkan sehingga mereka meminta Kepala pemerintahan Aceh mendesak Presiden mengabulkan permohonan izin KPK.

Massa KAMMPUS ini juga meminta Gubernur melaporkan status Perusahaan Daerah Kabupaten Simeulu yang sarat dengan pelanggaran hukum, seperti tidak ada izin pembukaan lahan, kepada Menteri Dalam Negeri.

Tidak Mengesahkan
Dalam aksi itu, pendemo meminta Gubernur menyampaikan kepada DPRK Simeulu untuk tidak mengesahkan perubahan APBK Simeulu tahun 2010 yang mereka nilai sarat dengan masalah. Terjadi deficit anggaran Rp 90 miliar yang melebihi batas maksimum defisit anggaran daerah sebagaimana diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 138/PMK.07/2009.

Selain melayangkan tuntutan kepada Gubernur, mahasiswa juga mendatangi Badan Pemeriksa keuangan Republik Indonesia (BPK RI ) untuk mendesak lembaga Negara tersebut melakukan audit investigatif secara menyeluruh terhadap laporan keuangan daerah Simeulu tahun 2002/ 2009 dan menyerahkan laporan hasil pemeriksaan tersebut kepada KPK.

“Kami mendesak DPRA segera membentuk Pansus gabungan guna menangani kasus pembangunan jalan lingkar Sanggiran – Lewak –Serafon, karena proyek itu hanya dikerjakan 4 kilometer dari 12 km yang semestinya,” tegas pendemo.

Kemudian, menangani kasus pembangunn Mesjid Agung Simeulu yang dananya bersumber dari APBA tahun 2004 – 2005 senilai Rp 10 Miliar dan APBA tahun 2009 senilai Rp 8,9. Proyek tersebut tidak ada realisasi hingga hari ini.

Selain itu, KPK diharapkan memeriksa kasus indikasi korupsi pengadaan kapal cepat KMF Delog Sibao pada tahun 2004 senilai Rp 4,5 miliar yang diduga melibatkan Sekretaris daerah dimana mereka mensinyalir telah terjadi mark up harga serta proses pengadaan tidak melalui tander.

Bahkan, KPK diharapkan mengambil alih penanganan kasus indikasi korupsi dana Alokasi khusus (DAK) bidang pendidikan yang melibatkan mantan Kadis Pendidikan Simeule dan meninjau ulang laporan Harta kekayaan pejabat Negara (LHKPN) Pejabat Kabupaten. (slm)