Dana Desa Aceh Barat Dinilai Tidak transparan

Meulaboh (ANTARA Aceh) – Fraksi Partai Amanat Nasional DPRK Aceh Barat, Provinsi Aceh menilai pengelolaan dana desa di daerah itu belum transparan sehingga berpotensi memunculkan konflik di tingkat masyarakat pedesaan.

Ketua F-PAN DPRK Aceh Barat, Said Mahdani di Meulaboh, Rabu mengatakan, pihaknya telah banyak mendapat pengaduan dari masyarakat sehingga harus disikapi dengan bijak oleh pihak terkait agar tidak berbuntut persoalan lain.

“Terutama peran dari Inspektorat, itu kami lihat belum maksimal dalam mengawasi penggunaan dana desa. Sebelum berujung pada persoalan penyalahgunaan karena tidak transparan, itu harus segera disikapi bersama,” tegansya.

Hal tersebut juga disampaikan dalam pandangan umum Fraksi PAN menyikapi persoalan dana desa yang kini berpotensi memecah belah masyarakat, sebab ada beberapa desa di laporkan kepada pihaknya tidak melakukan pengelolaan sesuai prosedur.

Menurut Said Mahdani, pengelolaan dana desa sepenuhnya keputusan bersama, setiap kebijakan yang dihasilkan untuk perencanaan sebuah pembangunan berdasarkan hasil musyawarah, akan tetapi ada beberapa aparatur desa melaporkan ke pihaknya tidak dilibatkan.

Selain itu kebijakan yang dinilai masih ada belum menyentuh sektor-sektor penting, seperti pelayanan dasar masyarakat, padahal sangat dibutukan, apalagi menyangkut petunjuk prioritas penggunaan dana desa yang dianjurkan pemerintah pusat.

“Tidak etis kita sebutkan desa apa, tapi ini menjadi masukan dari kami kepada pihak terkait agar benar-benar memperhatikan. Memang selalu dilakukan musyawarah rencana pembangunan (Musrenbang), tapi tidak semua dilakukan di tingkat bawah,” tegas Said.

Lebih lanjut disampaikan, semua pihak tentunya berperan dalam pengawasan penggunaan desa, termasuk ditingkat DPRK sendiri, apalagi dengan keterbatasan kemampuan aparatur desa yang belum bisa dilepas menggelola sendiri anggarannya.

Said mencontohkan seperti pemanfaatan dana desa selama ini sangat terfokus pada infrastuktur, kurang memperhatikan untuk kegiatan-kegiatan pemberdayaan ekonomi masyarakat, padahal bisa dikelola dalam bentuk simpan pinjam koperasi.

Kemudian fasilitas Badan Usaha Milik Desa/Gampong (BUMDes/G) di daerah tersebut belum semua dimiliki desa, sehingga hanya beberapa yang mandiri dengan dana desa yang salurkan menjadi modal bagi pembangunan ekonomi masyarakat.

“Simpan pinjam dalam bentuk koperasi misalkan, itukan bagus untuk kegiatan pemberdayaan ekonomi. BUMDes, tidak semua desa ada, termasuk kegiatan kepemudaan dan fasilitas sarana olahraga, ini belum nampak berkembang,” katanya.

Ia mengakui seiring bergulirnya dana desa, telah terjadi peningkatan pembangunan infrastruktur di desa-desa dan kemampuan aparatur desa yang terukur lumayan baik hanya untuk wilayah Kecamatan Johan Pahlawan dan sebagian Meureubo.

 

Sumber: aceh.antaranews.om