Aceh Utara (serambi indonesia)
LHOKSUKON – Pernyataan Menteri BUMN, Mustafa Abubakar, terkait proses likuidasi aset PT AAF yang dilansir sejumlah media nasional dan Aceh menuai protes dari kalangan anggota DPR RI asal Aceh. Pasalnya, Meneg BUMN menyebutkan proses likuidasi PT AAF terus berlanjut. Anggota DPR RI asal Aceh, Ir Muhammad Azhari, meminta Badan Pemeriksaan Keuangan (BPK) Republik Indonesia untuk mengaudit penjualan aset AAF selama ini. “Kita ingatkan Meneg BUMN. Dulu, ketika beliau menjadi Pj Gubernur Aceh, beliau yang bilang aset AAF harus diselamatkan, bukan dijual. Pernyataan beliau, menyebutkan likuidasi terus berjalan, itu bertentangan dengan komitmennya ketika menjadi gubernur,” ujarnya kepada Serambi Sabtu (23/10).
Dia menyebutkan, Fraksi Demokrat di Komisi VI, meminta BPK untuk mengaudit penjualan aset itu karena dijual dengan harga sangat murah. Ia mencontohkan Kantor PT AAF di Jalan TB Simatupang, Jakarta dijual seharga Rp 44 miliar, pada aset itu nilainya mencapai Rp 100 miliar. “Kita curigai banyak aset yang dijual dengan harga murah. Padahal, pembangunan perusahaan itu menghabiskan uang negara hingga triliunan rupiah. Tentunya ini sangat merugikan Aceh,” sebut Azhari.
Dia menyebutkan, dalam waktu dekat ini, Komisi VI DPR RI akan memanggil Meneg BUMN, Mustafa Abubakar untuk meminta agar proses likuidasi dihentikan. “Kami di Demokrat sepakat agar AAF itu dilebur dengan PIM. Sehingga bisa hidup lagi. Marilah berpikir untuk menjaga aset Aceh, jangan asal jual saja,” sebutnya.
Gagasan dilebur ke PT PIM itu lahir, karena dalam APBN-Perubahan 2010, negara memberikan penyertaan modal ke PIM sebesar Rp 1,3 triliun. “Pinjaman PIM ke negara sebesar Rp 1,3 triliun itu dijadikan sebagai tambahan modal negara. Saya pikir, jika AAF dilebur ke PIM, PIM masih sanggup dan tetap menguntungkan masyarakat Aceh,” sebut Azhari.
Beli saham
Sementara itu, kalangan sipil di Aceh Utara dan Lhokseumawe meminta agar Pemerintah Aceh membeli saham PT AAF, sehingga perusahaan hidup kembali. “Kalau dijual aset PT AAF itu haram hukumnya. Nenek moyang masyarakat Aceh bersusah payah agar pabrik itu didirikan di Aceh, masak dijual dengan murah,” sebut Ketua Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Kota Lhokseumawe, H Husaini Setiawan.
Husaini menambahkan, jika dibeli oleh pihak swasta, maka rakyat Aceh akan menjadi penonton di daerahnya sendiri. Sementara itu, Direktur KKB Finansial, Halidi, dan Direktur LSM Bitra, Saifuddin Irhas, di tempat terpisah, menyebutkan jika uang Pemerintah Aceh tidak cukup untuk membeli saham PT AAF, maka harus didorong Pemerintah Republik Indonesia untuk menjual saham PT AAF kepada rakyat.
“Saham PT AAF dijual saja ke masyarakat Aceh. Nanti, masyarakat bisa beli per lembar saham itu, dan kita yakin masyarakat Aceh mampu dan mau,” pungkas Halidi dan Saifuddin. Terkait solusi penggabungan dengan PT PIM, elemen sipil sepakat agar perusahaan itu bisa hidup kembali.(c46)