Banda Aceh, Kamis (28 September 2017) – Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) Perwakilan Provinsi Aceh menyerahkan Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) atas Laporan Keuangan Pemerintah Daerah (LKPD) Pemerintah Kota Lhokseumawe Tahun Anggaran 2016. Pemeriksaan terhadap LKPD tahun 2016 merupakan pemeriksaan atas pertanggungjawaban Pemerintah Kota Lhokseumawe atas pelaksanaan APBD tahun 2016.
Pemeriksaan terhadap laporan keuangan bertujuan untuk memberikan opini tentang kewajaran penyajian laporan keuangan. Opini merupakan pernyataan profesional pemeriksa mengenai kewajaran informasi yang disajikan dalam laporan keuangan. Pemeriksaan keuangan tidak dimaksudkan untuk mengungkapkan adanya penyimpangan (fraud) dalam pengelolaan keuangan. Meski demikian, jika pemeriksa menemukan adanya penyimpangan, kecurangan atau pelanggaran terhadap ketentuan perundang-undangan, khususnya yang berdampak adanya potensi dan indikasi kerugian negara, maka hal ini harus diungkap dalam LHP. Dalam batas tertentu terkait materialitasnya, hal ini mungkin mempengaruhi opini atas kewajaran LK secara keseluruhan, sehingga BPK harus mempertimbangkan secara cermat pengaruh fraud tersebut terhadap penyajian laporan keuangan.
Pada TA 2016, masih terdapat beberapa kelemahan yang diungkapkan dalam LHP, baik yang berkaitan dengan SPI maupun kepatuhan terhadap peraturan perundang-undangan, diantaranya:
- Pengendalian Penyusunan APBK TA 2016 lemah dan tidak mempertimbangkan kemampuan keuangan daerah, diantaranya:
- Penetapan anggaran pendapatan dari DBH Pajak sebesar Rp163.961.395.999,60 dan lain-lain pendapatan sebesar Rp8.000.000.000,00 tidak mempunyai kepastian yang terukur dan jelas dasar hukumnya;
- Penetapan anggaran belanja yang terlalu tinggi khususnya pada belanja hibah dan bansos mencapai 13,44% dari total belanja atau lebih besar dibandingkan dengan belanja urusan wajib (urusan kesehatan 7,21%) dan urusan pilihan (urusan sosial 1,3%);
- Penetapan penerimaan pembiayaan diantaranya pinjaman daerah sebesar Rp50.000.000.000,00 dan penerimaan kembali pinjaman kepada Perusahaan Daerah sebesar Rp10.000.000.000,00 tidak diketahui dasar hukum dan sumber penerimaan pembiayaannya;
Dampak dari penetapan anggaran pendapatan yang tidak mempunyai kepastian yang terukur dan jelas dasar hukumnya serta penetapan pembiayaan yang tidak jelas sumber penerimaannya menyebabkan sumber dana yang diperlukan untuk belanja daerah tidak dapat diterima di Kas Daerah. Sedangkan pada Neraca per 31 Desember 2016 diketahui terdapat utang belanja sebesar Rp240.048.847.250,88.
- Pengendalian pelaksanaan APBK TA 2016 lemah dan berpotensi merugikan daerah diantaranya:
- Pengendalian utang belanja tidak memadai antara lain terdapat perbedaan saldo utang belanja yang disajikan dalam Neraca antara data SKPD, CaLK dan hasil reviu Inspektorat. Pemerintah Kota Lhokseumawe menyajikan saldo Utang Belanja per 31 Desember 2016 sebesar Rp240.048.847.250,88. Saldo utang belanja yang disajikan tersebut berbeda dengan pernyataan utang yang ditandatangani oleh 35 Kepala SKPD sebesar Rp243.949.653.433,00 dan hasil reviu Inspektorat sebesar Rp205.306.255.623,00 yang belum dapat dijelaskan. Selain itu, dari saldo utang belanja yang disajikan tersebut diantaranya terdapat pengakuan utang atas pengadaan barang yang tidak dilaksanakan oleh SKPD. Posisi utang belanja yang disampaikan oleh SKPD terus berubah, tanpa didukung penjelasan dan dokumen yang memadai penyebab perubahannya dan terdapat pengakuan utang belanja atas kegiatan yang tidak dilaksanakan SKPD yang berindikasi fraud serta atas kegiatan yang telah diselesaikan pembayarannya.
- Pengelolaan Dana Zakat dan Infaq belum memadai mengakibatkan pemanfaatan dana zakat dan infaq untuk membiayai kegiatan lain yang tidak sesuai peruntukannya dan para mustahiq belum menerima dan belum dapat memanfaatkan hasil pengumpulan dana zakat dan infaq;
- Penatausahaan Aset Tetap belum sepenuhnya memadai mengakibatkan Aset Tetap yang dilaporkan tidak sesuai kondisi senyatanya;
- Kesalahan perhitungan Back Up Data pada Pembangunan Jalan Lingkar Kota Lhokseumawe dan Pembangunan Jembatan Rayeuk Kareung yang mengakibatkan kelebihan pembayaran kepada rekanan;
- Pertanggungjawaban belanja pembangunan Al Markazul Islamy (Islamic Centre) diantaranya pada proses pengadaan barang dan jasa tidak sesuai Peraturan Presiden tentang pengadaan barang/jasa pemerintah;
- Perhitungan volume pekerjaan pemasangan batu pada pembangunan pengaman Pantai Cunda tidak sesuai dengan yang dikerjakan yang mengakibatkan kelebihan pembayaran kepada rekanan;
- Penatausahaan Belanja Bantuan Keuangan untuk Desa antara lain penetapan anggaran ADG dan bagi hasil Pajak Daerah dan Retribusi tidak sesuai ketentuan mengakibatkan kurang salur kepada desa yang membebani APBK tahun berikutnya.
Dengan memperhatikan kesesuaian laporan keuangan dengan Standar Akuntansi Pemerintahan, kecukupan pengungkapan, efektivitas sistem pengendalian Intern dan kepatuhan terhadap peraturan perundang-undangan, maka opini atas LKPD Kota Lhokseumawe untuk TA 2016 adalah
Wajar Dengan Pengecualian.
Opini atas LKPD yang diberikan oleh BPK berbeda dari tahun sebelumnya, dimana pada LKPD TA 2015 Pemerintah Kota Lhokseumawe mendapatkan opini Wajar Tanpa Pengecualian. Penurunan opini dikarenakan terdapat permasalahan pada tahun 2016 dalam pengendalian atas utang belanja dimana terdapat perbedaan saldo utang belanja antara Neraca unaudited dengan data SKPD sebesar (Rp3.900.806.182,12) yang tidak dapat dijelaskan dan perbedaan dengan hasil reviu Inspektorat sebesar Rp34.742.591.627,88. Selain itu, terdapat utang belanja bantuan sosial atas pengadaan barang yang akan diserahkan kepada masyarakat pada Dinas Perindustrian, Perdagangan dan Koperasi sebesar Rp15.862.421.940,00 yang berindikasi fraud dan BPK tidak dapat memperoleh bukti pemeriksaan yang cukup dan tepat untuk menentukan nilai wajar atas saldo utang belanja
Kepala Perwakilan BPK Provinsi Aceh menyampaikan agar penurunan opini ini hendaknya menjadi perhatian yang serius bagi pemerintah daerah dan diperlukan komitmen serta kesungguhan pemda untuk menjalankan tata kelola kekurangan yang baik, sehingga tahun depan akan kembali mendapat opini Wajar Tanpa Pengecualian. Salah satu cara untuk mewujudkan hal tersebut adalah dengan Pemda dapat menyusun dan melaksanakan beberapa langkah strategis yang dituangkan dalam rencana aksi (action plan). [.]